Labels

Senin, Januari 26, 2009

Shalat Khusyu’

Khusyu’ dalam shalat memang impian setiap muslim. Namun, ada-ada saja hal-hal yang membuat seseorang merasa tidak khusyu’ dalam mengerjakan shalat. Bahkan saking ingin shalatnya khusyu’ rela mengulang shalatnya berkali-kali. Sebenarnya ada gak sih standar baku khusyu’ itu?

Sebelumnya seseorang memiliki pengalaman pribadi ketika lagi shalat dzuhur. Sebut saja dia Boy X. Saking ingin khusyu’-nya, tiba-tiba saja terlintas dalam pikirannya tugas rumah yang diberikan guru disekolah. Wah, matematika dan bahasa inggris lagi. Hanya sepersekian detik pikiran itu lenyap dari benak Boy X. Dan ia sadar kalau tengah mengerjakan shalat zuhur. Dari sepengal cerita tsb mungkin kita bisa memaknai (bukan mendefinisikan) apa itu makna khusyu’ dalam shalat.

Khusyu’ sangat relevan dengan perasaan, bukan ucapan atau perbuatan. Jika begitu, standar khusyu’ seseorang itu berbeda-beda dong? Yup, kalau saja ada parameter perasaan dalam bentuk angka, mungkin para ulama bisa menetapkan standar kekusyu’kan dalam shalat itu sekian. Dalam Al-Qur’an Surat Al-Mukminun ayat 1-2 Allah berfirman: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyuk dalam shalatnya.”

Umumnya orang-orang yang memaknai khusyu’ dalam shalat itu dengan melepaskan seluruh hal-hal berbau duniawi, yang ada hanya pemikiran berkhalawat kepada Allah SWT saja. Akan tetapi, pemaknaan seperti itu sangat bertolak belakang dengan apa yang Rasulullah SAW pernah ajarkan dan alami. Misalnya ketika sedang shalat ada seekor ular atau kalajengking yang melintas atau menghampiri, rasulullah saw menyuruh kita untuk membunuh binatang tsb, karena bisa membahayakan nyawa. Atau seperti kasus saat sedang shalat, tiba-tiba gempa bumi. Tindakan yang paling utama dilakukan ialah kabur keluar rumah. (menyelamatkan diri).

Khusyu’ bukanlah aturan atau tata cara yang termasuk ke dalam rukun, syarat wajib bahkan sunnah shalat. Artinya, dengan khusyu’ orang yang mengerjakan shalat tidak melenceng dari apa yang telah ditetapkan dalam rukun baik dalam gerak dan bacaanya.

Khusyu’ itu lebih dekat dengan kosentrasi. Kosentrasi di sini bukan berarti mengabaikan atau melupakan lingkungan – hal-hal yang tidak berkaitan dengan shalat seperti halnya seorang sopir yang lagi nyetir. Ia kosentrasi nyetir bukan berarti pandangan kudu lurus ke depan, gak ada tengok kiri kanan, gak dengerin musik bahkan nutup kuping sama sekali. Kalau hal seperti ini yang dilakukan maka berujung pada kecelakaan. Maksudnya, orang yang khusyu’ dalam shalat itu justru peduli terhadapa apa yang terjadi pada dirinya dan lingkungan sekitarnya. Pengen contoh? Pernah suatu kali Rasulullah SAW lupa diakhir shalatnya baginda melakukan sujud sahwi. Rasulullah SAW juga menyuruh makmum mengingatkan imam jika lupa bacaan shalat. Dan Rasulullah SAW juga pernah mempercepat shalatnya ketika menjadi imam saat beliau mendengar suara tangisan anak kecil di belakang. Nah, bila diartikan khusyu’ dalam shalat sebagai perilaku yang hanya terpusat pada satu aktivitas saja dan mengabaikan lingkungan diluarnya. Makna seperti itu justru berseberangan dengan apa pernah di alami rasulullah saw. Khusyu’ dalam shalat melainkan mampu kosentrasi dengan apa yang tengah dilakukan tanpa mengabaikan lingkungan. Bukan berarti shalat yang sah itu harus khusyu’ dulu. Kalau seperti itu, kaapn shalat kita sahnya?

Bagi sebagian orang, mencapai ke khusyukkan shalat sesuatu yang mustahil. Namun, kita bisa belajar untuk khusyu’, karena yang menentukan khusyu’ tidaknya shalat kita, hanya diri kita sendiri. (P’mails edisi 135 Tahun III)

0 komentar: